Doktrin dan Kode Etik PWRI

Perjalanan panjang lebih dari setengah abad, sejak didirikan tahun 1962 di Yogyakarta, melalui peleburan dan penggabungan organisasi pensiunan di wilayah/daerah.
Kepengurusan PWRI terbentuk diberbagai daerah melalui Musyawarah dengan terbentuknya Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan Pengurus Ranting.
Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan telah terbentuk pula Organisasi Pensiunan Instansi (OPI), Persatuan, Paguyuban para Pensiunan dari berbagai Departemen/Kementerian/Lembaga Negara/BUMN/BUMD, yang kadangkala berubah pula nomenklatur nama Instansi dari lembaga Pemerintahan sesuai dengan Kabinet yang terbentuk, karena adanya sistem pemerintahan Kabinet Presidentil sesuai pemerintahan hasil Pemilu.

Dengan tujuan untuk menghimpun Wredatama/Pensiunan Sipil dalam Organisasi Pensiunan Instansi merasa perlu bersatu dalam wadah PWRI.
Pada tanggal 8 April 1993 di Jakarta, PB PWRI dan segenap Pengurus Organisasi Pensiunan Instansi (OPI) Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian bersepakat dan mengeluarkan

“Deklarasi Penyatuan Pensiunan Sipil”.

Proses penggabungan dan peleburan organisasi pensiunan sipil yang berlangsung di Daerah (di Yogyakarta) tahun 1962 dengan lahirnya PWRI dan Kesepakatan keluarnya Deklarasi Penyatuan Pensiunan Sipil (di Jakarta) tahun 1993, telah membentuk wadah organisasi PWRI pada saat ini.

Sejak kelahiran dan terbentuknya PWRI, secara periodik telah dilaksanakan Kongres PWRI sampai dengan tahun 1975, dan sesudahnya dilaksanakan dengan istilah/sebutan Musyawarah Nasional PWRI sampai dengan saat ini, sebagai berikut:

DOKTRIN DAN KODE ETIK PWRI

DOKTRIN PWRI

Doktrin PWRI sebagai pedoman dan arah perjuangan organisasi bagi seluruh anggota PWRI, merupakan Semboyan “Tata Tenteram Karta Raharja” ditetapkan dalam Ketetapan Musyawarah Nasional PWRI XI Tahun 2006 No.08/2006.

Tata Tenteram Karta Raharja, bermakna :

  1. Tata : Negara teratur baik;
  2. Tenteram : Keadaan aman tanpa gangguan;
  3. Karta : Tiap penduduk dapat kesempatan bekerja dan mendapat cukup nafkah;
  4. Raharja : Penduduk berada dalam kebahagian kesejahteraan.

Pembangunan nasional sangat memerlukan tatanan Negara yang bebas, merdeka dan berdaulat, aman, tenteram, tertib, dan dinamis, yang menjadi cita-cita dan tanggung jawab seluruh komponen bangsa.

Para wredatama selaku bagian dari komponen bangsa, memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dengan anggota masyarakat lainnya, sehingga perlu terus ditingkatkan pemberdayaannya agar mampu berperanserta dalam kegiatan pembangunan nasional Indonesia.

Dengan didorong oleh keinginan luhur serta dilandasi perasaan senasib sepenanggungan, maka pada tanggal 24 Juli 1962, di Yogyakarta, berbagai organisasi pensiunan yang ada pada waktu itu, atas prakarsa para tokohnya, meleburkan diri menjadi satu wadah tunggal yang kemudian disebut Persatuan Wredatama Republik Indonesia, disingkat PWRI.
Cita-cita para pendirinya mengisyaratkan agar PWRI tetap konsisten dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara serta senantiasa berjuang demi kesejahteraan para wredatama pada khususnya dan para lanjut usia pada umumnya, bersikap luwes serta menyesuaikan diri dengan perkembangan situasi dan kondisi secara proporsional.

Doktrin adalah ajaran yang sistematis atau konsep dan acuan yang dapat diamati dan diresapi secara jelas, baik asas maupun arah dan tujuannya.

Doktrin adalah kebulatan tekad dan kesatuan pemikiran tentang dasar-dasar pelaksanaan serta pengembangannya dalam pengabdian kepada organisasi, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dengan demikian maka Doktrin harus menjadi pedoman dan pembimbing bagi segenap anggota dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Doktrin juga harus bersifat luwes serta dinamis sesuai perkembangan situasi dan kondisi, namun tetap memiliki jati diri yang melekat pada pemiliknya.

Doktrin PWRI disebut TATA TENTERAM KARTA RAHARJA, mengandung pengertian bahwa para sesepuh bangsa menghendaki terciptanya negara yang teratur baik, keadaan aman tanpa gangguan, setiap warga mendapat kesempatan bekerja dan mendapat cukup nafkah, serta segenap penduduknya berada dalam kebahagian dan kesejahteraan.

Adalah menjadi kewajiban moral bagi para wredatama untuk menetralisasikan pergeseran budaya bangsa akibat kemajuan dan modernisasi yang tidak terarah tersebut dengan arif dan bijaksana. PWRI harus menjadi pejuang perubahan paradigma tatanan kehidupan masyarakat secara bertanggungjawab dan proporsional dalam proses pembinaan karakter dan pembangunan bangsa, dengan senantiasa mempedomani Doktrin TATA TENTERAM KARTA RAHARJA. KODE ETIK PWRI

Kode Etik PWRI adalah “Pancaubaya PWRI” merupakan pedoman sikap dan perilaku bagi segenap anggota PWRI, yang ditetapkan dalam Musyawarah Nasional PWRI XI Tahun 2006 No. 09/2006 sebagai berikut :

PANCA UBAYA PWRI

Kami Warga Persatuan Wredatama Republik Indonesia :

  1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
  3. Berbudi luhur, bijaksana, lapang dada, setia kawan, mengutamakan hidup sederhana, dan mandiri;
  4. Bersikap terbuka, bergotong royong meningkatkan kesejahteraan sesama wredatama, dan bekerjasama dengan pihak lain atas dasar persamaan derajat;
  5. Meningkatkan kualitas hidup, serta mengamalkan pengetahuan dan pengalaman bagi pembangunan Negara dan bangsa.

Tata Tenteram Karta Raharja sebagai Doktrin PWRI  dan  Panca Ubaya  sebagai Kode Etik PWRI  secara konsisten tetap  perlu kukuh  dipertahankan sepanjang sejarah sebagai Doktrin PWRI dan Kode Etik PWRI.