Ketua Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Blora H. Bambang Sulistya mengatakan Idulfitri 1443 Hijriah sebagai momen untuk instrospeksi diri.
Hal itu dikarenakan Idulfitri 1 syawal 1443 H yang jatuh pada Senin, 2 Mei 2022 merupakan hari istimewa bagi umat Islam di Nusantara bahkan umat Islam di dunia.
“Karena setelah dua tahun akibat pandemi COVID-19, umat Islam baru tahun ini dapat merayakan Idulfitri dengan rasa gembira penuh suka cita,” kata Bambang Sulistya, Rabu (4/5/2022).
Dia mengungkapkan, antusias pemudik meningkat secara luar biasa. Berduyun duyun pemudik datang ke kampung kelahiran dengan membawa kerinduan dan harapan untuk orang tua, saudara dan sahabat masa lalunya.
Ketika salat Idulfitri (Salat Ied) masjid di kampong dipenuhi para jemaah dengan wajah cerah penuh berkah karena hari kemenengan telah tiba, bahkan umat Islam yang hadir salat Ied melebihi kapasitas masjid.
Sepertinya susana dalam merayakan Idulfitri kembali normal saat sebelum masa pandemi COVID-19. Ketika salat Idulfitri kemudian kutbah selesai, umat Islam yang hadir secara spontanitas saling bersalaman diiringi ucapan selamat hari raya Idulfitri, mohon maaf lahir batin.
“Itulah selintas gambaran suasana lebaran di kampung. Namun dibalik semua itu, saya ada kesempatan untuk melakukan muhasabah atau instropeksi diri dan muncul sebuah pertanyaan yang menggelitik di hati sanubari yang perlu mendapatkan solusi. Pertanyaan itu adalah, Pantaskah di Hari Raya Idul Fitri ini kita merayakan kemenangan,” ungkap mantan Sekda Blora itu
Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa”
“Karena satu bulan penuh kita telah menjalani Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Ramadan. Kita tidak hanya dididik untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT. Tetapi juga dilatih untuk memperbaiki hubungan dengan sesama hamba Allah,” tambahnya.
Pada saat hari raya ini, kata Bambang, mestinya kita merayakan kemenengan sebagai orang orang yang berhasil melewati berbagai rintangan, habatan dan tantangan selama dalam “diklat” Ramadan. Kita berhasil menundukkan hawa nafsu dan mengalahkan tipu daya setan. Kita juga telah mampu melaksanakan berbagai amalan ibadah dan kebaikan.
“Untuk itu marilah Idulfitri 1443 Hijriah ini jadikan sebagai momentum untuk melakukan introspeksi diri. Apakah kita telah layak untuk merayakan kemenangan pada hari yang suci ini. Seperti sudah kita pahami bahwa selama mengikuti puasa Ramadan kita ditempa untuk menerima berbagai pelajaran,” tuturnya.
Pertama Ikhlas, yaitu suatu sikap dan tindakan untuk melakukan ketaatan semata-mata karena Allah. Puasa Ramadan telah mengajarkan kepada kita keikhlasan untuk menghindarkan diri dari niat ingin memperoleh pujian dari sesama umat. Karena puasa seorang mukmin adalah rahasia antara dirinya dan Allah.
Banyak cara untuk membatalkan puasa kalau puasa itu dimaknai hanya ingin mendapatkan perhatian dan sanjungan dari orang lain. Namun karena niat kita hanya lillaahi ta’aala maka tetap fokus untuk menjalankan puasa apapun godaannya.
Kedua Sabar, dalam Ramadan kita dididik dan dilatih untuk belajar sabar dengan tiga jenisnya sekaligus. Sabar dalam melakukan ketaatan, sabar dalam menjauhi kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi musibah.
Selama Ramadan kita bersabar dalam melakukan salat fardu maupun sunah, sabar dalam membaca Al Qur’an, sabar dalam beritikaf di masjid dan sabar dalam menjalankan berbagai amal kebaikan yang lainnya.
“Kita juga sabar dalam meninggalkan syahwat makan, minum, berhubungan badan dengan istri/suami dan syahwat-syahwat lainnya mulai dari terbit wajar hingga terbenamnya matahari. Kita juga dilatih bersabar dalam menghadapi rasa lapar dan rasa haus serta merasakan apa yang dirasakan oleh orang- orang yang tidak beruntung,” jelasnya.
Selain itu kita juga dilatih bersabar untuk menjaga lisan jangan sampai mengatakan yang tidak diridai Allah. Kalau dalam era saat ini kita dilatih untuk menstop agar jari-jemari tidak menyebarkan berita-berita hoaks, fitnah, sara dan provokasi memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kemudian juga dilatih bersabar untuk mengendalikan amarah dan tidak membalas keburukan dengan keburukan.
Sesuai Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam dalam HR Al- Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya puasa adalah perisai, jjka salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah bersikap keji dan jangan bertindak bodoh jika ada orang mengganggunya atau mencacinya maka hendaklah ia berkata: aku sedang berpuasa aku sedang berpuasa,”
Berikutnya, ketiga menjaga persatuan, kebersamaan dan saling tolong menolong serta berempati kepada orang yang membutuhkan. Tentunya dalam persatuan yang berlandaskan kesatuan akidah.
Salat Tarawih berjemaah,Tadarus Al-Qur’an bersama, berbuka bersama di waktu yang sama, berbagi takjil di jalan, itikaf bersama di masjid, dan kegembiraan menyambut hari raya. Semuai itu menjadi perekat terwujudnya persatuan dan kebersamaan umat.
Demikian pula mengeluarkan zakat di akhir Ramadan merupakan perwujudan semangat saling tolong menolong dalam kebaikan dan membantu saudara-saudara muslim yang kurang beruntung.
Keempat, menyambung tali silahturahmi disaat menjelang berakirnya bulan Ramadan dan pada saat hari raya Idulfitri serta setelah hari raya adalah sikap positif yang perlu ditumbuh kembangkan.
Apalagi saat silahturahmi juga dilakukan budaya kepyur/sedekah atau weweh (berbagi) adalah merupakan tindakan yang sangat terpuji yang dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan, kerukunan dan keberkahan dalam membumikan keimanan kita.
Sebagaimana hadis Riwayat At Tirmidzi dan An Nasa’I, “Sedekah kepada orang miskin terhitung sedekah sedangkan sedekah kepada kerabat terhitung dua, sedekah dan silahturahim”.
Selanjutnya, kelima mengingat kematian dan kehidupan akhirat dengan melaksanakan tradisi ziarah kubur ke makam keluarga yang telah meninggal biasa dilakukan pada akhir bulan Ramadan atau setelah hari raya merupakan tindakan yang mulia.
Rasulullah Shallallau Alaihi Wasalam bersabda,”Lakukanlah Ziarah kubur karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat (HR Al Baihaqi).”
“Demikian lima di antara sekian banyak pelajaran yang kita peroleh dalam diklat Ramadan. Jika kita mampu mempertahankan untuk terus kita amalkan kelima pelajaran tersebut dalam kehidupan sehari- hari pasca Ramadan maka kita termasuk orang-orang mulia dan menjadi pribadi yang bertaqwa,” terangnya.
Dia berharap diberi kemampuan dan kekuatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mengamalkan berbagai pelajaran yang telah kita peroleh selama mengikuti puasa Ramadan dalam kehidupan nyata mulai hari ini sampai kembali lagi berjumpa di bulan Ramadan 1444 H.
“Mudah-mudahan kita juga diberi umur panjang dan semangat yang selalu membara sepanjang masa. Selamat Idulfitri 1443 H dengan penuh suka cita tetap memakai protokol kesehatan serta mohon maaf lahir batin,” kata Bambang Sulistya.
Sumber: infopublik.id